TRI KIRANA MUSLIDATUN, SOSOK KARTINI MASA KINI

Menjadi istri orang nomor dua di kota segudang prestasi ini, membuat ibu dua orang anak ini harus ekstra keras membagi waktu untuk keluarga dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Namun dengan kekuatan niat yang tulus dan kiklasan hati untuk berbagi mampu menyingkirkan halang rintang yang ada sejauh ini. Dia adalah salah satu dari ribuan sosok  KARTINI di masa kini.

    Kehidupan kota metropolitan bahkan bisa dikatakan megapolitan sekelas Jakarta, beralih dalam kehidupan kota kecil seperti Yogyakarta, tidak membuat kecil hati memajukan negeri ini. Bermula dari kisah cinta di kampus Bulaksumur UGM lantas mengawali suatu kehidupan. Sebut saja Tri Kirana Muslidatun dan Haryadi Suyuti, dua hati bertautan hingga terucap janji suci, seusai menuntut ilmu di kampus tertua ini.
Mengawali hidup di ibukota Jakarta, bukanlah sesuatu yang mudah, mungkin bagi orang yang tidak siap, membayangkan saja enggan. “Kami berangkat dari nol babat alas di Jakarta, hingga hidup mulai mapan. Saya menetap di Jakarta setelah Bapak mendapatkan pekerjaan tetap di beberapa perusahaan dan BUMN. Kehidupan kami mulai agak mapan, tetapi tidak atau belum semapan sekarang,” kata wanita berkaca mata ini.

    Guna mendongkrak ekonomi bertahan di Jakarta, wanita kelahiran Yogyakarta 10 Mei 1969, mengawali karirnya tahun 1992 sebagai distributor produk import dari PT. Peak Perkasa. Tahun 1995 Government dan Business Relationship Libanon Company bertahan 2 tahun. Kemudian tahun 1997 hingga 2000 sebagai direktur PT. Citra Catur Mulya. Tahun 2000 hingga kini sebagai pemilik PT. Cipta Sarana Kreasi Niaganindo dan Psa Apotek FIKI Yogyakarta.

    Dari seabreg kegiatan bisnisnya, ibu dari Karina Arifiani dan Kartika Zahra Salsabila ini tetap  mencurahkan kasih sayang kepada dua buah hatinya. “Keluarga bagi saya tetap nomor satu, sesibuk apapun, mesti ada waktu untuk keluarga terutama anak. Bahkan kedua anak saya semua full Asi tidak memakai susu formula. Ini bukti betapa serius dan perhatian saya terhadap anak,” kata Ibu Ana dirumahnya Jln. Merpati no. 5 Mrican Baru Yogyakarta.

    Terbiasa dengan irama hidup kota Jakarta, membuat Tri Kirana merasa sedikit canggung pada tahun pertama menjadi istri orang nomor dua di Kota Jogja. Dikatakan, menjadi Ibu dari warga Kota Yogyakarta awalnya agak kurang pede, karena kehidupan individual ketika di Jakarta sangat dominan. Kini setelah di Jogja dengan berbagai kegiatan dan tanggung jawab sosial yang luar biasa, sementara ada dua kewajiban, yakni sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga, tak menyurutkan Ibu Ana memberi perhatian terhadap keluarga terutama anak menjadi prioritas.

    Tri Kirana mengaku, komunikasi antar anggota keluarga memang jadi nomor satu. Hal ini guna memantau kegiatan dan kesulitan apa yang dialami anak-anaknya. Biasanya komunikasi keluarga dia lakukan setelah sholat maghrib, dilanjutkan makan malam bersama sembari dialog hari ini ada apa dan kegiatan apa. Sebab setelah jam 19.00 WIB ibu orang nomor dua di Kota Yogyakarta ini akan beraktivitas lagi.

    Ditambahkan, komunikasi juga di saat anak-anak menjelang tidur. “Saya berusaha nemani anak baik yang besar maupun yang kecil, sebab anak-anak lebih dekat dengan saya, termasuk hal yang privasi bisa dicurahkan dengan ibunya. Karena anak akan lebih leluasa mengungkapkan segala problemanya. Juga menjelang sekolah kita tanya kegiatan hari ini apa, sampai jam berapa. Hal ini saya lakukan meski tergesa-gesa, sesibuk apapun keluarga tetap nomor satu,”kata wanita yang membidani naga barongsai terpanjang di Asia pada perayaan Imlek lalu.

    Selain keluarga, Ibu Ana yang menerima berbagai penghargaan ini juga mengutamakan pelayanan warganya. Hal ini dibuktikan dengan pengabdian kepada warga dengan cara merespon apa kemauan warga, diantaranya kaum hawa, utamanya lansia dan posyandu. Untuk ngemong warganya Tri Kirana mengaku memakai jurus pemetaan, apa dan siapa saja yang harus dilayani Drs. Haryadi Suyuti dan Tri Kirana sebagi pendampingnya.

    ”Kegiatan PKK yang ada di Kota Yogyakarta sebagi wadah saya melayani masyarakat sampai RT/RW. Artinya, kancah organisasi ini sampai lapisan paling bawah, sebagai orang nomor dua di PKK harus totalitas ambyur disana. Saya melihat masyarakat Kota Yogyakarta sangat gayub dan antusias dalam organisasi kemasyarakatan. Saya belajar dari masyarakat dan menyesuaikan agar dapat diterima dan direspon baik oleh masyarakat. Sehingga apabila masyarakat dapat menerima, berarti tugas sebagai pendamping orang kedua juga bisa diterima masyarakat. Kegiatan ini muaranya adalah ibadah. Artinya, apabila amanah datang dari Allah dan masyarakat apa yang saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat pula,” terang Ibu alumnus SMA Negeri 1 Yogyakarta.

    Mengenai kesetaraan gender dikatakan luar biasa. Menurut ibu yang selalu tampil modis ini, bertugas di Kota Yogyakarta yang paling membanggakan adalah bagusnya kesetaraan gender, sehingga beberapa tujuan dari berbagai organisasi sosial tercapai. Secara pribadi hal tersebut membuat kuat dan betah melayani warga. “Saya rasa kesetaraan gendar di Kota Yogyakarta cukup signifikan, karena di kota budaya ini perempuan yang bekerja cukup banyak, aktivitas sosial di wilayahpun dominasi perempuan dan laki-laki sama. Artinya, kegiatan yang ranahnya PKK, PAUD banyak bapak-bapak yang membantu, demikian pula sebaliknya. Yang lebih kentara peranserta bapak-bapak di wilayah adalah dalam PAUD. Dari 614 PAUD sudah banyak bapak-bapak menjadi pengurus, bahkan sebagai pendidik PAUD itu sendiri,” tuturnya.

    Sebaik apapun seorang wanita tetap manusia biasa, dia tak luput dari kesalahan, kekurangan dan ketidaksempurnaan. Pengalaman menunjukkan bahwa ternyata yang membawa kesejukan dalam hidup ini adalah keluarga yang solid. Yaitu keluarga yang mampu menghadapi hidup dengan kuat dan menghadapi segala tantangan. Kekuatan itu yang terpenting adalah pondasi keluarga harus kuat dan hubungan keluarga lebih dipererat. Kehebatan seorang perempuan di Indonesia telah dibuktikan Kartini, dengan emansipatorisnya membuka tirai yang selama ini menyelimuti. Kartini telah membuktikan bahwa perempuan sama hebat dengan kaum laki-laki. Kartini telah menyamakan persamaan yang selama ini dipandang sebelah mata. Berkat kartini kesetaraan itu kini dinikmati srikandi-srikandi  Indonesia. Namun wanita tidak akan bisa melawan kodratnya, yaitu dia harus melahirkan, harus menyusui dan membesarkan generasi bangsa yang telah dikandungnya. Terimakasih Kartini. Selamat Hari Kartini bu.  Teruslah mengabdi...!!! (@mix_Ndr)