MANTAN ATLET TEKUNI KESENIAN BARONGSAI

Guratan ototnya masih tampak kencang meskipun  usianya tidak lagi muda. Wajahnya masih berbinar menunjukkan semangat yang tak pernah sirna.  Itulah  Dul Wahab atau dikenal dengan Li Mo Tong.  Dalam usianya yang terbilang uzur, lelaki kelahiran Yogyakarta 12 November 1932 (77 tahun silam ) ini  dipercaya memimpin sebuah perkumpulan kesenian   dari negeri tirai bambu Barongsai dan Liongsai.


Dul Wahab mengisahkan perkumpulan Naga Liong dan Barongsai berdiri sejak tahun 1991.  Dikatakan, perkumpulan mereka memiliki kelebihan dibandingkan dengan perkumpulan sejenis yang lain. "Kelebihan perkumpulan kami terletak pada kelincahan gerakannya.  Karena gerakan kami  berbasis pada pencak silat, yang mengandalkan kelenturan tubuh dan permainan senjata pedang.Kelincahan gerakan barongsai yang kami miliki ini tidak dimiliki oleh perkumpulan lain. Itulah yang membuat kami berbeda," ungkap Dul Wahab.


Niatnya menekuni dunia seni Barongsai dan Naga Liong tidak terlepas dari latar belakang masa lalunya.  Semenjak kecil Dul Wahab telah terbiasa dengan dunia olah gerak pencak silat. Bahkan pada Agustus tahun 1957 dia mewakili Indonesia melanglang buana ke negeri Cekoslovakia, Hongaria, Polandia, dan Rusia sebagai duta Indonesia dengan membawa  misi kebudayaan. Diceritakan pula, sejak kemerdekaan RI, mbah Dul dan ketiga rekannya merupakan atlet  pencak silat  pertama yang dikirim sebagai duta RI. Ketiga temannya adalah  M. Jumali, Risidi, Dul Wahab dan Suhadah dari Bandung.
Mbah Dul yang  juga seorang mantan karyawan Dinas P dan K (Pendidikan dan Kebudayaan) Prop. DIY menceritakan, sebelum tahun 1962 pencak silat masih merupakan bidang seni. Setelah Menteri Pemuda dan Olahraga dibentuk , pencak silat berdiri sebagai cabang olahraga. Sejak saat itu semangat berolah-raganya berkurang. Menurutnya, karena kaidah-kaidah pencak silat mulai luntur. “Atlet pencak silat sekarang, untuk mendapatkan poin sikapnya ada yang kick boxing, sikap tinju, karate, disinilah kaidah itu mulai hilang. Waktu dulu pencak silat lebih mengandalkan kelenturan tubuh dan hal itu yang menunjukkan ciri khas dari pencak silat itu sendiri,” kata pria yang tingal di Kemetiran Kidul GT II / 818, Pringgokusuman.


    Seiring perjalanan waktu, Dul Wahab mulai meninggalkan seni pencak silat (tahun 1963), dan menekuni kesenian barongsai, karena menurutnya dapat mengekspresikan gerakan pencak silat yang dimiliki. Meski saat itu kesenian dari negeri tirai bambu itu dilarang pemerintah, namun tidak menghalangi kecintaannya pada barongsai. Pensiun dari PNS  tahun 1991, Dul Wahab  mendirikan kesenian liong dan barongsai yang diberi nama Isaku Iki.  Dengan peralatan yang dia usahakan sendiri dari uang pensiun Dul Wahab mencoba menghidupkan kesenian barongsai dan liong ini.  


Alhasil, sampai saat ini kesenian barongsai dan liong Isaku Iki yang diasuh kakek 6 anak, 9 cucu, dan 1 cicit ini tetap eksis dan terus mengghibur warga  di setiap hajatan yang digelar di Yogyakarta . Diujung perbincangan, lelaki bertubuh sedang yang dalam kesehariannya tidak mau menggantungkan nasib pada anak-anaknya, berharap  pemerintah dapat mempertahakan dan  menjembatani kesenian ini agar lebih dikenal dan dicintai   oleh masyarakat luas dan menjadi salah satu kekayaan budaya yang ada di kota Yogyakarta. (@mix-and)